MTA Tour

Selayaknya anak kelas ujung (6 SD, 3 SMP, 3 SMA) yang lagi stress dengan intensif ujian dan sebagainya, maka gue, galuh, dan ega selaku anak Bogor memutuskan untuk melancong ke Jakarta main ICE SKATING !! Ya, ini idenya galuh, dia liat di ceriwis ada ice skate dan langsung ngajak kesana. Sebagai anak yang kurang hiburan, gue mau-mau aja. Kalo ega, dia pengen main. Jadilah hari selasa kemarin dengan bangga dan yakin, kami meluncur ke mall taman anggrek (mta). Yo MTA, these are bogorers coming..

Akhirnya pada pukul 11.15 kami tiba di sky rink MTA, ngukur sepatu, dapet sepatu, pake sepatu. Hmm lumayan deredegan juga (padahal mah grogi parah). Tapi ngeliat anak-anak kecil berlari gembira meluncur di atas es, gue yang merasa jauh lebih tua jadi tertantang. Pertama kali menginjakkan kaki, wuiss licin, pegangan di pinggir ga berani lepas. Pas lepas tangan wahh lumayan juga bisa berdiri, tapi ga berani jalan, akhirnya pegangan lagi ---> nyalinya kecil

Suatu saat gue ngeliat anak kecil jatoh keras banget dan dia tetep ketawaan terus bangun lagi. Gue berpikir "wah, ga sakit ya?" akhirnya gue jalan pelan-pelan, baru jalan beberapa meter, braak!! oke, gue jatoh pake tangan (huaa sakit). Seperti anak tadi, gue bangun lagi dan ketawaan.


Ega



Galuh



Saya (huhahuha)


Puluhan kali jatuh bangun kaya lagu dangdut akhirnya lumayan juga bisa meluncur walaupun ga jago jago banget, yang penting udah pernah nyoba hohohoho !!
2 1/2 jam main akhirnya ngerasa pegel dan udahan. Laper.

Selanjutnya makan bakmi ayam !! --> favorit banget deh ini pokonya mah
Selanjutnya beli es krim !! --> choco top, slrpp
Selanjutnya nyari rubik's tapi ga ada :(
Selanjutnya beli pringles !!
(pada akhirnya malah lebih banyak acara makan makannya) :D

Saat perjalanan pulang kembali ke Bogor badan udah pegel-pegel dan kedinginan. Nunjuk-nunjuk nama gedung. "waa the sultan !!" "gedung pusat mandiri !!" terus menyebutkan nama gedung-gedung keren. Sampai di tol hening. Galuh tidur, gue ega ngantuk tapi ga tidur. Di bogor kita berpisah di depan McD dadaaah. Gue mampir ke Klapertaart Huize beli pesenan nyokap, terus tidur di mobil. Bangun-bangun udah di depan rumah dan udah gelap, sekitar jam 7 kurang 15. Ga percaya kalo habis ice skating, huahaha, puas deh pokonya :D:D

Selesai !!







NB : hari ini mau diurut, pegel-pegel ni badan

Hancur Hatiku, tapi Udah Ngga

Ehm jadi begini ceritanya, waktu yang tes ITS dulu itu, kan katanya pengumuman tanggal 10 April, ternyataaa pengumumannya tanggal 8 !!!!!

Gue ga tau sampai ibu gue nelpon kalau pengumuman sudah ada, waa gedubrak guprak, gue gelagapan lari ke komputer, nabrak-nabrak pintu dan kesandung. Pas nyampe depan komputer, lupa belum ngeliat nomer peserta, akhirnya lari ke kamar, makin riweuh dan sampai lagi di depan komputer dengan kondisi tabrak-tabrakan.

Pengumumannya dalam bentuk daftar gitu, dan ngga dalam urutan abjad, jadi bingung nyari huruf F, udah nyari sampai bawah tetep aja nggak ada, hiks, akhirnya baru sadar kalo daftar itu urutannya berdasarkan nomor peserta, gue nyari nomer 265, daan... bagus, ga ada dalam daftar. Saat itu perasaan gue udah retak-retak. Jalan terakhir pakai search engine, masukin nomor peserta lalu..
Nomor Peserta *bla bla* (gue lupa) TIDAK DITERIMA ----> kira-kira begitu
degg, di-capslock, terus backgroundnya MERAH. ITS sukses ngebuat hati gue hancur dan air mata mengalir seketika.

Gue udah mati rasa, udah ngecek daftar itu lebih dari 5 kali dan tetep ga ada nama gue T.T
Dengan gontainya gue jalan ke sofa dan tidur ga jelas sambil mikirin hal yang ga jelas, pokonya hari itu ngga jelas banget dah, yang gue pikirin cuma 2 hal :
1. ITS nolak gue
2. Gue ditolak ITS

Nangis sambil nonton TV. Bahkan film kartun itu bagaikan Sad Movie yang tersedih di dunia. Adik gue yang baru pulang sekolah langsung nanya, dan gue bilang "ga keterima ITS". Entah kenapa dia langsung sedih bercampur gembira. "Udah mbak gapapa, masih banyak kesempatan". Saat itu gue sadar kalau dia bijaksana banget padahal baru 8 tahun. Oke, gue ga boleh nangis, mungkin emang belum jodoh. Ibu dan tante gue nelpon, menghibur. Temen-temen juga ngehibur baik lewat FB maupun di sekolah. Ya, hati gue tersusun kembali, siap untuk menerima pengumuman yang lain.

Dan benar saja, rabu kemarin pengumuman ITB, ini tujuan pertama dan paling utama. Kirain hari Kamis, eh ternyata dimajukan, huaaa, dari jam setengah 9 nongkrong depan komputer, belum makan sama sekali, deg-degan banget ga bisa makan. Mbak di rumah bikinin nasi goreng supaya mau makan, tapi tetep aja ga bisa. Gue bolak-balik dari TV ke komputer supaya ga terlalu tegang, tapi setiap kali nonton TV, pikiran gue ada di komputer dan malah makin deg degan. Jam 12 belum ada juga, jam 1 belum ada, akhirnya pada bilang jam 3. Jam 3 ngecek lagi, dan belum ada juga. Udah mulai pasrah, nonton My Fair Lady, ga ngerti jalan ceritanya.

Balik lagi ke komputer (riweuh banget ya hidup gue), ngeliat twitternya ITB dan tadaaa sudah ada pengumuman, gue langsung klik link-nya. Connection failed mulu, mungkin lagi banyak yang buka. Gue pencet refresh terus dan akhirnya bisa juga keluar. Ah, mesti pake nomor peserta dan nomor formulir. Gue ambil kartu peserta di laci. Nyarinya lumayan lama juga, soalnya kartu itu gue simpen banget supaya ga ilang.

Suara detak jantung kerasa banget saking kerasnya. Akhirnya gue masukin nomor itu dengan hati-hati. Connection failed lagi, refresh lagi, loading lagi. Loadingnya kerasa lamaaaa banget. Gue mondar mandir udah kaya nungguin orang melahirkan. Beberapa detik kemudian muncullah pengumumannya. Gue lari ke arah komputer... alhamdulillah!!! ---> gue nyaris teriak saking senengnya

Ga henti-hentinya mengucap alhamdulillah, gue megangin perut yang kerasa geli ga jelas. Kita ga akan ditolak selamanya. Perasaan gue lega banget setelah ngebaca pengumuman itu, tapi belum tenang juga soalnya impian yang bener-bener utama belum tercapai yaitu masuk fakultas yang diinginkan. Gue keterima kemitraan, harus bridging lagi supaya dapet fakultas. Gue harus bridging bener-bener nih biar dapet fakultas idaman gue. Alhamdulillah banget, impian gue dari dulu untuk diterima di institut dengan gerbang ganesha. Selangkah lagi, gue bakal berjuang semampunya untuk masuk ke fakultas itu !! fakultas impian.

Doakan ya teman-teman !! Terima kasih untuk dukungan dan doa kalian :D Terima kasih ya Allah



NB : maaf ya kalau posting kali ini agak susah dibaca, soalnya emang semberawut gitu kejadiannya

Pengumuman (tidak) Penting

mau nulis posting yang banyak fotonya, tapi belum mindahin foto, upload fotonya juga pasti lama, dan yang paling penting, lagi belum ada aura nulis blog. ----> alasan paling cupu dari seorang blogger


mau belajar OLL sama PLL dulu, jadi sabar ya para pembaca setia (emang ada yang baca?)




gue jatuh dan sekarang bangkit

Ngambil dari Artikel Orang

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit.
Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.

Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak,masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.
Aku menanyakannya,“Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”
Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.
Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”. “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.


sumber

nb : lagi ga ada kejadian menarik, jadi ngambil artikel orang



jangan terlalu mencintai sesuatu karena kau akan membencinya, jangan terlalu membenci sesuatu karena kau akan mencintainya

Long Weekend

Posting kali ini agak berbeda. Apakah perbedaannya? Bca dLu dunkzzz (alay gila)

Jum'at Sabtu Minggu libur, aseeek
Harusnya Sabtu ke sekolah, ada smansa day, tapi karena ada tes ITS jadi bolos deh, dan ga ikut ulangan Jerman, huahaha

Malem Jum'atnya ngerjain karya tulis sampe selesai, jari-jari udah kaya kapalan dan minus mata kayanya nambah. Hari Jum'atnya baru hunting (cielaah hunting) tempat tes di gedung graha wicaksana. Belum tau tempat tesnya, takutnya pas hari Sabtu malah bingung nyarinya, jadilah hari Jum'at pagi melancong ke Jakarta dan ternyata gedungnya gampang banget langsung ketemu.

Lanjut ke masjid istiqlal (adek sama bokap mau sholat jum'at). Habis itu bingung mau kemana, tapi tiba-tiba gue mendengar suara yang sangat merdu dan sangat dekat, suara itu adalah........ suara perut yang keroncongan !!!! (ga penting). Gue merengek-rengek ke Bakmi GM dan langsung disetujuin (rupanya pada laper semua, haha). Habis makan langsung pulang dan siap-siap buat tes besoknya (tegang banget gila, tegang abis, oh my god ---->lebay)

Hari Sabtu bangun pagi-pagi dan bingung banget nyariin celana panjang warna putih, huaaaa, takut telat, pada akhirnya gue pake celana item, hiks T.T ga sinkron banget celana item, baju batik coklat, kerudung putih, macam mana pula !!

Pas nyampe disananya udah penuh, setiap anak dianterin sama orang tua lengkap bokap nyokap mungkin juga adek kakak udah kaya mau piknik. Bokap gua yang notabene alumni ITS langsung nemuin beberapa temennya bahkan ada yang jadi dosennya, semuanya lagi nganterin anak mereka tes ITS, kebanyakan dari Bandung, seneng bisa kenalan sama beberapa temen.

Di tes ini gue ga mau ngulangin kesalahan yang lalu, terlalu lama ngebuletin LJK. Tes pertama TPA, gue langsung cepet-cepetin baca soal, cepet-cepet ngebuletin, dan meriksa ulang. Alhamdulillah success ^^V. Psikotes dan bahasa inggris juga lumayan bisa, big hope for this test. Tes-nya di ruang auditorium yang dingin, huah mantep deh. Mejanya panjang buat 5 orang tapi terlalu sempit jadi ga leluasa. Setiap kali ada yang ngehapus LJK, meja bergoyang-goyang (agak) heboh dan membuat lembar LJK gue kecoret dikit, akhirnya mesti hapus LJK juga, kalo begini caranya, meja ga bakal berhenti bergoyang. (krik krik krik). Tapi insya Allah bisa deh, amiin.

Habis pulang ITS dengan wajah sok stress gue ngebujuk nyokap buat nonton My Name is Khan di Tamini, dan wajah sok stress itu berhasil, hehehe, akhirnya nonton juga. Pas hari rabu mau nonton bareng temen tapi ga enak, dia mau 2 months anniversary (cieee selamat ya), jadi ga enak kalo gue ujug-ujug dateng ikut mereka berdua nonton. Pas nonton menit-menit pertama udah keren buanggeeeeet (ooo Tanay Chheda). Terpesonaku melihatnya (halah). Mantep banget deuh pokonya mah. Shah Rukh Khan, Kajol, dan artis lainnya 4 jempol!! Nyokap gue sampe bilang "Nonton lagi yukk" hahaha

Nyampe rumah jam setengah sepuluh dan langsung tepar, membayangkan film kuch kuch hota hai dalam mimpi (haiah). Baru sadar belum belajar agama sama PKn (no no no no no no !!!). Time to study...


Oia, pengumuman ITS tgl 10 April, it means sebentar lagi, huaaa doain ya kawan-kawan ^^

(udah tau kan perbedaan posting ini dimana? ya, mengganti aku dan saya dengan GUE, beradaptasi dengan kata-kata gue dan asik juga ternyata, hehehe, yes, resmi jadi anak Jakarta-Bogor-Bandung dan sekitarnya, hahaha)

Jantungku tak terkendali, aaaaa

Akhir-akhir ini irama detak jantungku jadi sering berubah tiba-tiba, pas lagi normal terus tiba-tiba jadi cepet gitu dan berasa darah mengalir lebih cepat (kayak lagu). Pertamanya udah takut, kirain aku kena flu burung apa flu babi, setelah ditelusuri penyebabnya ternyata ini terjadi setelah tes tanggal 27-28 yang lalu. Habis tes itu entah kenapa kalo ada orang yang ngomongin seleksi/tes dan pengumumannya jadi tiba-tiba dig dag dug. Ini terjadi tiap hari (karena tiap hari ada aja temen yang ngomongin topik-topik yang bersangkutan). Aku tidak bisa mengendalikannya oooh aku tak bisa. Setiap kali jantungku mulai liar, aku cuma bisa ngelus-ngelus sambil ngatur nafas yang mulai kacau juga. Ga pernah segugup ini sebelumnya. Semoga pengumumannya keluar sesuai dengan kondisi jantungku, jangan sampe terlalu shock atau terlalu seneng.


Latihan ngebuletin LJK, masih banyak perang (tes seleksi .red) menunggu di depan, ga mau kejadian yang lalu terulang kembali, terlalu lama ngebuletin LJK jadi ga maksimal. Semoga tanganku ini bisa cepat belajar membulatkan dengan cepat dan tepat.




-di pintu-Mu aku mengetuk, aku tak bisa berpaling-