The Hardest Part of Farewell

Dan saya baru sadar kalau mereka telah menjadi bagian penting dalam hidup saya, perpisahan sungguh menyedihkan.

Sincerity

Mungkin punya panutan tidak sepenuhnya salah. Mungkin saya telah mengikuti panutan yang benar. Bukan hanya dalam hal akademis, nonakademis pun sama baiknya.

Tenang, mandiri, kuat, bisa diandalkan, ingin belajar banyak hal, dan... tulus. Hal terakhir mungkin belum bisa saya dapatkan, harus belajar lebih banyak tentang ketulusan. Selama ini saya telah menyiksa diri dengan melakukan semua hal yang membuat badan saya runtuh, tanpa ketulusan di dalamnya. Apakah saya belum pernah tulus? tentu pernah, sering, tapi tidak bila ada sesuatu yang hadir di depan saya. Semua jadi kacau, bahkan ketulusan yang seharusnya saya sertakan pun ikut lenyap, sering kesal sendiri, lelah sendiri.

Untuk masalah ini, saya telah menemukan solusinya sejak zaman purbakala, buang semua yang tidak berkaitan dengan cita-cita. Omong gampang, melakukannya yang sulit. Haaaa, semoga keajaiban selalu datang dari Allah. Amin.


NB : hari ini latihan 3 lagu untuk 2 hari dengan 19 orang, mari kita tes ketulusan hari ini, dan semoga tidak ada yang muncul menghalangi jalan saya.

A Random Scary Thing Today

Entah lagi mikir apa, tiba-tiba jadi takut sendiri kalau ada apa-apa sama jantung saya begitu ketemu lagi. Lama tidak berjumpa rasanya saya "lupa" semua appeareancesnya, wajah, gaya pakaian, dan bahkan suara. Saya pun bingung selang waktu itu dapat dibilang lama atau tidak, sebenarnya apa standar waktu itu sehingga dapat dibilang lama? Setahun? Sebulan? Seminggu? Sehari? Sejam? Mungkin satu menit akan jadi lama bila kita berpisah dengan sesuatu yang kita dambakan dan merasa nyaman.

Takut kalau tiba-tiba bertemu lagi, jantung saya tidak siap dan mengacau, dengan segala "ketidakingatan" saya. Takut kalau yang saya temui telah berubah dan tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Takut kalau saya kehilangan semangat juang. Takut kalau nanti saya jadi "zombie" karena masalah sepele. Takut, takut.

Can't Agree More

Temen-temen, ntar kalo kita dah mulai menjalani masa2 sbg anak Tekkim jangan lupa tetap saling berinteraksi ya, baik sesama Tekkim '10 atau dunia luar (Tekkim yang lain, jur lain, unv lain, masyarakat, dll)

Soalnya percuma juga kalau kita ntar jadi anak2 ahli dalam bidang kita namun keahlian yang kita miliki hanya sebatas nginclongin IPK doang...

Trus ntar kita juga jangan nge-gap ya karena status kita atau hal2 yang berhubungan dengan SARA

Sebisa mungkin minimal kita saling kenal antar anak Tekkim '10...
Nambah ilmu memang harus... dan pastinya butuh kerja keras otak dan keringat (bahkan darahh...)
Tapi buat nambah temen tuh nggak butuh kerja keras... hanya butuh sedikit waktu yang mau kita luangkan

Gue percaya ke-salingmengenal-an kita akan memperkaya khasanah kita untuk bertenggang rasa dalam menghadapi berbagai karakter manusia.

Ayo! Saatnya kita hilangkan image dan label anak Tekkim yang dianggap cuma bisa belajar doang!
(Dionisius Sundoro-2011)


Setelah baca post itu, tanpa pikir panjang langsung saya 'like', setuju abis, sangat!

Saya Ingin Lihat Jalan Saya

Sebelum menulis post ini saya telah sangat yakin bahwa Allah swt, Tuhan saya, telah menentukan jalan hidup saya dengan sangat rapi dan baik. Jadi, ini hanya kegelisahan yang (semoga) tidak benar.

Selama ini, saya berjalan dengan panutan di depan saya. Dalam hal akhlak, tentu saya akan selalu berpegang teguh pada panutan. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah panutan duniawi. Anggap saja semacam idola namun lebih halus artiannya.

Misal, sebelum kelulusan SD, sebenarnya saya hanya terbawa arus kakak-kakak kelas yang masuk ke suatu SMP dan kebetulan memang banyak pendaftarnya. Sempat berpikir, kenapa saya tidak masuk ke SMP lain ? Mungkin ke SMP yang peminatnya lebih sedikit. Namun akhirnya saya sadar bahwa di SMP ini kesempatan saya lebih terbuka. Tapi saya masih takut kalau-kalau hidup saya ini cuma terbawa arus.

Hingga saat ini, alasan saya memilih tempat pendidikan adalah "Karena saya memang ingin di sana" "Karena alumninya sukses" dan lain-lain. Tapi bukankah dengan alasan itu saya bisa dibilang 'terbawa arus'. Saya hanya ingin jalan hidup yang unik, tidak ada orang lain yang memilikinya, saya ingin jadi seseorang sukses di bidang yang saya ciptakan sendiri meskipun itu memakan waktu lama.

Apa latar belakang saya menulis ini?

Dulu sebelum masuk SMA, cita-cita saya adalah menjadi dokter, membuka klinik sendiri, dan akhirnya memiliki rumah sakit sendiri bersama dengan teman-teman sesama dokter. Namun semenjak SMA saya merasa kedokteran bukan bagian dari diri saya. Saya ingin pelajaran eksak seperti matematika, fisika, dan kimia di SMA bisa saya aplikasikan di kehidupan. Akhirnya dengan menimbang dan menilai, teknik kimia menjadi sebongkah sinar di planet mati, terlepas dari kedua orang tua saya yang keduanya lulusan tekim. Tekim ini murni pilihan hidup saya, without contaminant.

Kembali ke masalah, setelah masuk ke institusi yang saya impikan, tanpa sadar saya mengikuti panutan untuk yang kesekian kalinya. Dia aktif di unit dan himpunan, saya juga ingin aktif di unit dan himpunan. Dia olahraga rutin, saya juga ingin olahraga rutin. Dia menjunjung tinggi akademik diatas semuanya, saya juga ingin. Dia menghemat pengeluaran sebagai anak kos, saya juga ingin. Dia merapikan kamarnya, saya juga ikut merapikan kamar saya. Baiklah, saya memang melakukan pemantauan dunia maya. But, is there something wrong with liking someone quietly?

Saat ini saya masih bingung ingin memilih subprodi TKU (Teknologi Kimia Umum), BP (Bioproses), atau TP (Teknologi Pangan). Tapi dengan dia memilih subprodi itu, saya juga ingin memilih subprodi tersebut, aaaaargh, sampai kapan saya bisa benar-benar tahu apa yang saya inginkan? Tapi bagaimana kalau pilihan saya itu memang sama dengan pilihan si panutan itu? Hanya Tuhan yang tahu. Tentu dia panutan yang baik, tapi bukan berarti saya harus sama dengan dia kan Ya Allah?

Kira-kira satu bulan yang lalu, saya (mungkin) telah memilih keputusan baru untuk profesi jangka panjang saya. Kali ini pilihan saya memang mantap dan merupakan ide saya dengan dukungan orang tua. Beberapa hari kemudian, baru saya ketahui bahwa 'dia si panutan' juga ingin berprofesi di bidang yang sama, aaaaaa. Entah deh, yang penting ini pilihan saya, terserah mau sama atau tidak dengan orang lain.

Namun sesungguhnya ada keinginan kecil untuk mengikuti jejak 'si panutan'... Yah, saya hanya ingin lihat jalan saya :)