Sebelum menulis post ini saya telah sangat yakin bahwa Allah swt, Tuhan saya, telah menentukan jalan hidup saya dengan sangat rapi dan baik. Jadi, ini hanya kegelisahan yang (semoga) tidak benar.
Selama ini, saya berjalan dengan panutan di depan saya. Dalam hal akhlak, tentu saya akan selalu berpegang teguh pada panutan. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah panutan duniawi. Anggap saja semacam idola namun lebih halus artiannya.
Misal, sebelum kelulusan SD, sebenarnya saya hanya terbawa arus kakak-kakak kelas yang masuk ke suatu SMP dan kebetulan memang banyak pendaftarnya. Sempat berpikir, kenapa saya tidak masuk ke SMP lain ? Mungkin ke SMP yang peminatnya lebih sedikit. Namun akhirnya saya sadar bahwa di SMP ini kesempatan saya lebih terbuka. Tapi saya masih takut kalau-kalau hidup saya ini cuma terbawa arus.
Hingga saat ini, alasan saya memilih tempat pendidikan adalah "Karena saya memang ingin di sana" "Karena alumninya sukses" dan lain-lain. Tapi bukankah dengan alasan itu saya bisa dibilang 'terbawa arus'. Saya hanya ingin jalan hidup yang unik, tidak ada orang lain yang memilikinya, saya ingin jadi seseorang sukses di bidang yang saya ciptakan sendiri meskipun itu memakan waktu lama.
Apa latar belakang saya menulis ini?
Dulu sebelum masuk SMA, cita-cita saya adalah menjadi dokter, membuka klinik sendiri, dan akhirnya memiliki rumah sakit sendiri bersama dengan teman-teman sesama dokter. Namun semenjak SMA saya merasa kedokteran bukan bagian dari diri saya. Saya ingin pelajaran eksak seperti matematika, fisika, dan kimia di SMA bisa saya aplikasikan di kehidupan. Akhirnya dengan menimbang dan menilai, teknik kimia menjadi sebongkah sinar di planet mati, terlepas dari kedua orang tua saya yang keduanya lulusan tekim. Tekim ini murni pilihan hidup saya,
without contaminant.
Kembali ke masalah, setelah masuk ke institusi yang saya impikan, tanpa sadar saya mengikuti panutan untuk yang kesekian kalinya. Dia aktif di unit dan himpunan, saya juga ingin aktif di unit dan himpunan. Dia olahraga rutin, saya juga ingin olahraga rutin. Dia menjunjung tinggi akademik diatas semuanya, saya juga ingin. Dia menghemat pengeluaran sebagai anak kos, saya juga ingin. Dia merapikan kamarnya, saya juga ikut merapikan kamar saya. Baiklah, saya memang melakukan pemantauan dunia maya.
But, is there something wrong with liking someone quietly?Saat ini saya masih bingung ingin memilih subprodi TKU (Teknologi Kimia Umum), BP (Bioproses), atau TP (Teknologi Pangan). Tapi dengan dia memilih subprodi itu, saya juga ingin memilih subprodi tersebut, aaaaargh, sampai kapan saya bisa benar-benar tahu apa yang saya inginkan? Tapi bagaimana kalau pilihan saya itu memang sama dengan pilihan si panutan itu? Hanya Tuhan yang tahu. Tentu dia panutan yang baik, tapi bukan berarti saya harus sama dengan dia kan Ya Allah?
Kira-kira satu bulan yang lalu, saya (mungkin) telah memilih keputusan baru untuk profesi jangka panjang saya. Kali ini pilihan saya memang mantap dan merupakan ide saya dengan dukungan orang tua. Beberapa hari kemudian, baru saya ketahui bahwa 'dia si panutan' juga ingin berprofesi di bidang yang sama, aaaaaa. Entah deh, yang penting ini pilihan saya, terserah mau sama atau tidak dengan orang lain.
Namun sesungguhnya ada keinginan kecil untuk mengikuti jejak 'si panutan'... Yah, saya hanya ingin lihat jalan saya :)