Idul Fitri dan Tinggi Badan

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini gue sekeluarga mudik ke Semarang dan Surabaya, kampung halaman ortu. Biasanya lebaran pertama di Semarang, dan lebaran hari kedua di Surabaya.

Menurut gue, lebaran di Semarang adalah yang paling seru, semua keluarga ngumpul di rumah eyang dan suasana kaya gini kerasa kompak banget. Selain itu, di keluarga Semarang ada tradisi membagikan angpao, jadi rugi kalo ga dateng ---> kepancing duit

Gue ketemu sama sepupu-sepupu, dari yang masih bocah sampai yang beranjak besar. Gue pun heran, kenapa sepupu-sepupu gue bisa cepet tumbuh. Gue bilang ke nyokap

"Perasaan tahun lalu mereka masih bayi deh, tahun ini udah SMP aja, cepet banget ya Bu"

Reaksi nyokap "Kamu lagi ngelindur ya? ayo cuci kaki, ganti baju, tidur."

Gue berasa anak kecil

Yang ngebikin gue sedih adalah badan mereka yg tinggi-tinggi, padahal masih SD SMP. Membuat gue sadar akan kependekan gue untuk ukuran mahasiswa.

Bude : "Mbak Farah sekarang kelas berapa?"
Gue : "Sudah kuliah, Bude"
Bude : "Wah, sudah kuliah toh? Kalau Dek Ozi kelas berapa?"
Ozi : "Satu SMP"
Bude : "Ozi keliatan udah besar ya, lebih tinggi dari Mbak Farah"
Gue : "..." *nangisdipojokangigitbantal

Sepertinya topik tinggi badan ini sedang hangat dibicarakan, jadi waktu gue ke Surabaya dan bertemu teman-teman sepermainan. Lagi-lagi para orang tua ngebahas tinggi badan.

Bude : "Wah Sinta tinggi banget ya sekarang"
Gue : "Hehehe, iya ya tinggi banget, aku sepundaknya"
Bude : "Vije juga, ukuran sepatunya 43, besar banget ya"
Gue : "Iya besar banget"
Bude : "Padahal dulu waktu kelas 3 SD, tingginya sama lho kayak Mbak Farah"
Gue : "..." (gue ngerasa sebagai mahasiswa kurang gizi bersama sepatu ukuran 38 gue)

Menjadi tinggi adalah impian gue dari dulu. Pas pertama kali akil baligh, temen2 di SMP gue pada nyelametin "Wah Farah bisa cepet tinggi nih, selamat ya!". Gue pun senang. Tapi hari itu tak kunjung tiba, gue gak tinggi-tinggi walaupun udah loncat-loncat seribu tahun lamanya. *lebay abis*

Sampai SMA, gue masih dipanggil "anak kecil" "bocah" "adek" dan panggilan lainnya. Padahal gue pengen sekali-sekali dipanggil "anak besar" atau "kakak".

Pas masuk kuliah, gue mengubah gaya berpakaian atas seruan nyokap. "Sampai kapan kamu mau kayak anak kecil terus?". Gue pun nurut, semoga di kampus ini gue dipanggil 'anak besar'

Ternyata waktu ospek dan penerimaan anggota unit, gue ngebaca testimoni dari temen-temen, dan kebanyakan pada nulis "kayak anak kecil >.<" #eaaa (tetep aja kaya dulu T.T)

Kadang-kadang gue sering mengkhayal, kalau gue tinggi pasti enak, banyak yang muji-muji, terus kalo haus bisa metik buah kelapa tanpa manjat pohonnya (?)

Kadang-kadang gue berdoa dalam hati "Ya Allah, aku ingin tinggi, tolong kabulkan Ya Allah"

Atau sebelum tidur " Ya Allah, aku berharap, besok pagi saat bangun tidur, tinggiku bertambah 10 cm, tolong Ya Allah" Tapi, walaupun doa gue belum terkabul, gue bersyukur dengan keadaan sekarang.

Gue bersyukur masih banyak orang yang memperhatikan gue dan tinggi badan gue, hehe. Terimakasih ya keluarga dan teman-teman :)

Temen 1 : "Adeeek, sini gue pasangin scarf-nya" ---> pas inkm
Temen 2 : "Ya ampun adek bungsu, tas-nya berat banget, gue bawain ya"
Temen 3 : "Pulangnya gue anter ya, masa anak kecil pulang sendirian"

Gue merasa panggilan-panggilan itu adalah panggilan persahabatan mereka terhadap gue. Walaupun ada beberapa yang agak berlebihan, tapi gue tahu itu tanda sayang seorang teman ^^

Kehadiran mereka semua, membuat keresahan gue (akan tinggi badan) menjadi keceriaan. Senang punya teman seperti kalian :D



NB : mungkin kalian bingung kenapa tinggi badan aja dipermasalahin, sampe ditulis di blog. Nah, gue juga bingung kenapa gue nulis ini. Mungkin karena gue lagi resah masalah tinggi badan, hahaha
|
0 Responses